- Sistem /teori pembuktian formal (formele bewijstheorie) : pembuktiannya hanya berdasarkan pada undang-undang, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat buktti yang di sebut undang-undang keyakinan hakim tidak di perlukan sama sekali dan dahulu sempat di anut di eropa.
- Sistem /teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim(conviction intime) : teori pembuktian ini di dasarkan pada keyakinan hati nurani hakim itu sendiri. Sistem ini di anut oleh pengadilan juri di prancis. Menurut Wirdjono Prodjodikoro, sistem ini pernah dianut di Indonesia, yaitu pada Pengadilan Distrik dan Pengadilan Kabupaten. Dalam sistem ini memungkinkan hakim menyebut apa saja yang menjadi dasar keyakinannya, misalnya keterangan medium atau dukun.
- Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis (Laconviction Raisonnee) : sebagai jalan tengah munculah Teori yang disebut pembuktian yang berdasr keyakinan hakim sampai batas tertentu. Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, dan keyakinan tersebut didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan –peraturan pembuktian tertentu. Jadi putusan hakim dijatuhkan dengan motivasi. Teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya. (vrijebewijstheorie).
Sistem atau Teori Pembuktian ini terpecah menjadi 2 (dua) jurusan Yaitu :
- Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee).
- Teori Pembuktian berdasarkan UU secara negatif (negatief wettelijk bewijstheorie). dalam sistem atau teori pembuktian ini, pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda (dubble en gronslag) yaitu: 1). Berdasarkan alat bukti yang sah sekurang-kurangnya 2 alat bukti; 2) adanmya keyakinan hakim; yang mana kedua harus terpenuhi. Lihat Pasal 183 KUHAP. Dan Pasal 294 ayat (1) HIR.<!--more-->
Wirdjono Prodjodikoro berpendapat bahwa : sistem pembuktian ini sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan :
- Memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.
- Berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melakukan peradilan.
Persamaan keduanya adalah sama
berdasarkan keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana
tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah, sedangkan perbedaanya :
- Bahwa yang tersebut pertama berpangkal tolak pada keyakinan hakim. Tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusive) yang logis, yang tidak didasarkan kepada UU, tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri.
- Sedangkan yang kedua perbedaannya adalah, berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh UU, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.
Alat-alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian :
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti ialah :
- Keterangan Saksi;
- Keterangan Ahli;
- Surat;
- Petunjuk;
- Keterangan Terdakwa.
Jika dibandingkan dengan HIR, maka dalam
KUHAP ada penambahan alat bukti baru, yaitu keterangan ahli. Dan juga
perubahan alat bukti yaitu “pengakuan terdakwa” yang dengan sendirinya
maknanya menjadi lain.
A. Keterangan Saksi :
Syarat-Syarat seorang saksi
pada dasarnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualiaan menjadi saksi berdasarkan Pasal 186 KUHAP sbb:
- Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
- Saudara dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yg mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
- Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan kekecualian untuk memberikesaksian di bawah sumpah ialah :
- Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
- Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. (keterangannya hanya dapat diambil sebagai petunjuk saja)
0 komentar:
Posting Komentar